“Orang Muda harus TUNDUK kepada Orang yang Lebih Tua!”
Mengerikan sekali judul
coretan sederhana ini. Begitu baca judulnya saja sudah pasti membuat saudara
muda langsung menutup halaman ini. Tapi tunggu dulu. Ini sekedar hipotesis
saja. Isinya pasti akan membuat kita berpikir ulang tentang judul di atas.
Berawal dari baca ayat Alkitab yang membuatku agak tercengang juga sebelum
membaca akhir kalimat dari ayat dalam Alkitab. Ternyata kesan awal membuatku
meneruskan sampai akhir kalimat dari ayat tersebut.
Tulisan ini bukan tafsiran
yang baik untuk dibuat acuan. Apalagi dari segi ilmiah, tentu sangat
mengecewakan. Memang bukan itu tujuannya. Tujuannya cuma sekedar opini ketika
membaca ayat tersebut. Kenapa harus opini? Pastinya berawal dari pengalaman
atas realita relasi orang tua dan anak muda. Orang tua yang suka mengeluh
karena anak muda sekarang kurang hormat sama orang tua. Anak muda pun ngeluh
karena selalu dianggap kurang hormat sama orang tua, padahal anak muda sudah
melakukannya (tentu dengan cara mereka
dong). Ga perlu terlalu jauh memperdebatkan tentang cara menghormati, tapi
yang menjadi tujuanku adalah kesanku tentang sebuah “norma” yang menjamin
semuanya itu berjalan dengan baik.
“Demikian jugalah kamu, hai
orang-orang muda, tunduklah kepada orang-orang yang tua. Dan kamu semua,
rendahkanlah dirimu seorang terhadap yang lain, sebab: “Allah menentang orang
yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati”
Yang unik kata “rendahkanlah
dirimu seorang terhadap yang lain” dalam translasi King James Version ditulis
dengan satu kata yaitu humility
berasal dari kata humble. Definisi
kata itu menurut Thesaurus online adalah
to lower status or condition.
Ternyata dalam sekali makna dari “rendahkanlah dirimu seorang terhadap yang
lain”. Kalau tidak merendahkan diri satu sama lain, tidak mungkin seruan awal
dari ayat ini bisa dilakukan tentunya (seperti
kebiasaan setiap dengar khotbah: “enak khotbahnya, jelas dan mudah ditangkap.
Tapi sulit melakukannya” hehehe). Ternyata kata kunci untuk mengaplikasikan
ayat ini dirangkum dengan satu kata yaitu Humility, yang kata dasarnya adalah Humble.
Merendahkan diri, status dan kondisi. Itu syarat utamanya agar “tunduk” - yang
dikatakan kepada orang muda - dapat dilakukan dan tentu relasi tua-muda dapat
berjalan. Itulah normanya, rendahkanlah dirimu!
Mengosongkan diri dan
mengambil rupa seorang hamba dan menjadi sama dengan manusia. Sebuah ayat yang
meyakinkan kita juga kalau Tuhan sendiri pernah melakukannya. Ia Sang Maha yang
tak terselami merendahkan diriNya supaya sama dengan kita, manusia. Itulah yang
dilakukan Tuhan! Ia merendahkan diriNya sama dengan kita. Ia “berkenosis” (kenosis
= mengosongkan diri) dalam rangka “berhumility” (merendahkan diri). Kehadiran
Yesus adalah buktinya. Ia menjadi Tuhan yang nyata dalam fisik manusia. Artinya
sebelum Tuhan perintahkan kita merendahkan diri satu sama lain, Ia sudah
terlebih dahulu memberi contoh bagi manusia supaya bisa melakukannya. Tidak
hanya hadir sebagai manusia, Ia juga bahkan memberi contoh agar manusia tahu caranya.
Nah sekarang balik lagi ke 1
Petrus 5:5. Kalau dibaca sekilas tentu sangat berat bagi orang-orang muda.
Bahkan ada kesan, cukuplah bagi orang muda tunduk kepada yang tua, tak perlu
sebaliknya! Namun ternyata tidaklah demikian. Ketika orang muda tunduk kepada
orang tua, mereka sedang merendahkan diri kepada yang lebih tua – mereka sedang
melakukan normanya -. Nah sebaliknya, semua orang (termasuk tua dan muda) harus
merendahkan dari satu dengan yang lain – “Dan
kamu semua, rendahkanlah dirimu seorang terhadap yang lain”. Perhatikan
kata “semua”. Artinya yang muda
tunduk dalam rangka merendahkan diri, sebaliknya yang tua menerima dan juga berbalas
dengan kerendahan diri. Semuanya sedang merendahkan diri. Tak ada yang lebih
tinggi atau lebih rendah dalam kerendahan diri. Semua sama rendah dan sejajar.
Persoalanya maukah seorang
merendahkan dirinya, menghapus ‘gensinya’, meniadakan “prestise” yang
membelenggunya? Kalau masih sulit dan terasa berat, mari kita sama-sama lihat
Fil. 2: 5-7 (isinya tentang Tuhan yang menyejajarkan dirinya dengan manusia
ciptanNya). Nah sekarang kembali kepada kita masing-masing, mau mencontoh Tuhan
agar hidup di dalam kasih persaudaraan bersama dengan Tuhan, atau tetap
menggenggam “prestise” yang dipertahankan demi penghargaan? Humble
itulah kuncinya menuju pintu relasi yang saling menaruh kasih satu dengan yang
lain!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar