Jumat, 04 November 2011
Ora et Labora
Ada ungkapan lama dari Martin Luther tentang doa. Ungkapan itu berbunyi: "Ora Et Labora". Artinya Bekerja dan Berdoa. Sebetulnya apa sih maksud Martin Luther membuat ungkapan tersebut? Agak susah juga menjawabnya. Tapi yang saya pahami adalah doa dan bekerja itu tidak boleh dipisahkan. Bekerja di dalam doa dan berdoa dalam pekerjaan.
Berdoa itu komunikasi kita dengan Tuhan. Komunikasi itu terwujud ketika kita mau merasakan diri kita berbicara kepada Tuhan atau mendekatkan diri kepada Tuhan. Dengan berdoa kita menjadi lebih tenang, nyaman dan merasakan kehadiran Tuhan. Tapi apa hubungannya antara doa dengan kerja? Bukankah bekerja itu harus dilakukan dengan penuh konsentrasi dan keseriusan? dan tentu saja harus dilakukan dengan profesional.
Bagi saya, bekerja dan doa itu sebuah kesatuan, meskipun dalam perbuatannya secara umum agak berbeda. Kesatuan dalam arti bahwa doa yang kita lakukan adalah bentuk pekerjaan. contohnya: meminta, memohon, menyapa, dan lain sebagainya. Hal-hal yang kita lakukan dalam doa adalah sekumpulan kata kerja. Minta ini, minta itu, minta ini dan itu. Ya, secara sederhana berdoa adalah sebuah pekerjaan.
Lalu bagaimana hubungannya dengan pekerjaan yang secara profesional kita geluti? Bagi saya (lagi-lagi pandangan saya secara subjektif) Pekerjaan yang kita lakukan, apapun jenisnya, merupakan talenta yang kita miliki, yang ingin kita wujudkan dalam sebuah pekerjaan. Disadari atau tidak kebanyakan kita juga meyakini hal ini.
Jadi apa yang saya yakini tentang "ora et labora"?
Bagi saya Ora Et Labora itu sebuah refleksi Martin Luther tentang spiritualitas kehidupan. Berdoa adalah bentuk komunikasi kita dengan Tuhan yang menjadi pangkal kepercayaan kita dan membentuk spiritualitas di dalam kehidupan yang dijalani. Spiritualitas itu terwujud dalam kehidupan sehari-hari.
Karena itu, buah dari spiritualitas kita kepada Allah melalui doa-doa yang dilakukan terwujud dalam pekerjaan/kehidupan sehari-hari.
Kalau kita rajin dan dengan sungguh-sungguh berdoa (dan pada akhirnya menjadi sebuah disiplin yang membebntuk spiritualitas pribadi) itu harus terwujud dalam pekerjaan yang kita lakukan. Bahkan itu harus terwujud dari buah-buah yang baik dari kehidupan kita.
Jadi kalau kita terlihat sangat "rohani" tetapi hidup kita tidak menunjukkan hal-hal yang baik, patutlah yang "rohani" itu perlu dipertanyakan. Jangan-jangan kita memisahkan kehidupan rohani dan kehidupan sehari-hari. Atau bahkan (dan mungkin jangan sampai) "rohani" kita itu hanya untuk dipertontonkan saja. :)
Selasa, 01 November 2011
“Turn to God-Rejoice in Hope”
Sekilas Tentang Sidang Raya WCC di Harare
Sidang ke-8 diadakan di kampus Harare University di kota Harare, Zimbabwe pada bulan Desember 1998. Tema dari sidang WCC ke-8 adalah “Turn to God-Rejoice in Hope”. Tema ini ingin menjelaskan hakikat dari semangat ekumenis dalam pergulatan dunia saat ini. Konteks dunia perekonomian saat itu sedang mengalami krisis, terutama Asia yang mengalami dampak krisis finansial. Selain itu isu tentang HAM terutama tentang kekerasan juga ikut mewarnai diskusi pra sidang. Persoalan ekologis dan ras yang masih terus menjadi persoalan dunia sekitar 90an.[1] Dari tema itu diharapkan bahwa pengharapan kepada Allah harus semakin digalakan, sehingga keberadaan gereja dapat merespon persoalan tersebut. Dalam sidang ke-8 di Harare ini tercatat 4 tema yang diangkat ke dalam berbagai isu, tindakan dan prioritas, yaitu:[2]
1. Sebagai gereja, bagaimana kita membangun persekutuan gereja, membina persekutuan yang oikumenis, berkomunikasi dengan pemeluk agama lain, dan kita merespon masyarakat yang majemuk.
2. Bagaimana kita melayani kebutuhan hidup, merespon kemiskinan, ketidakadilan, tekanan kekerasan dan menghadapi tantangan teknologi yang sudah sangat menyentuh hakiki kehidupan.
3. Bagaimana kita menumbuh kembangkan perdamaian, hak asasi dan keadilan di tengah-tengah dunia, gereja, kita sendiri dan di masyarakat atau bangsa sendiri.
4. Bagaimana kita bersaksi dalam iman kita di tengah-tengah dunia yang pluralistic dan respon kita pada tantangan globalisasi ekonomi, sosial dan budaya.
Dari 4 butir tema di atas, diskusi dan percakapan sidang Harare menghasilkan beberapa tindakan dan kegiatan yang menonjol dan perlu ditindaklanjuti yaitu:[3]
1. The Decade to Overcome Violence (DOV) atau dekade penanggulangan kekerasan.
2. Menciptakan kerukunan dan perdamaian
3. Memperkuat persekutuan gereja-gereja
4. Membangun persatuan dan kesatuan gereja
5. Mejadi saksi untuk dunia
6. Berdialog dengan pemeluk agama lain
7. Melayani kebutuhan umat manusia
8. Promosi perdamian, keamanan dan hak asasi manusia.
1. The Decade to Overcome Violence (DOV) atau dekade penanggulangan kekerasan.
2. Menciptakan kerukunan dan perdamaian
3. Memperkuat persekutuan gereja-gereja
4. Membangun persatuan dan kesatuan gereja
5. Mejadi saksi untuk dunia
6. Berdialog dengan pemeluk agama lain
7. Melayani kebutuhan umat manusia
8. Promosi perdamian, keamanan dan hak asasi manusia.
Khusus untu DOV (penanggulangan kekerasan) Central Commitee WCC telah menetapkan periode pelaksanannya yaitu 2001-2010 yang dimulai dari The Great Lakes Region dan Horn of Africa pada bulan Maret 2001 dan West Africa pada bulan Juni 2001. Dalam percakapan mengenai pengertian kekerasan,Central Commitee merumuskan bahwa yang dimaksud dengan kekerasan adalah menyangkkut seluruh spektrum kekerasan di dalam semua tingkatan. Kalau di gereja sendiri pengertian kekerasan meliputi hal rohani, pikiran di samping tindakan kekerasan itu sendiri. Kegiatan DOV sedemikian menonjol gerakannya sehingga kehidupan orang percaya yang bersifat oikumene, dari Harare ke Porto Alegre terbentuk dari panggilan jiwa yang bernuansa penangulangan kekerasan serta menciptakan kerukunan beragama dan perdamian.[4]
Dari persidangan di Harare ini kita dapat melihat semangat ekumenis yang disuarakan antara lain:
1. Gereja-gereja peserta persidangan di Harare mengafirmasi kembali dan memerbarui komitmen mereka akan kekristenan yang ekumenis.
2. Persidangan ini memperkuat kesadaran dari semangat ekumenis yang saling membutuhkan satu samu lain dari gereja lokal kepada yang universal
3. Menyuarakan semangat ekumenis yang lebih luas dengan mencari jalan bagi mencakup aliran-aliran lain seperti Katolik, Injili, Pentakosta, dan gereja-gereja budaya lainnya.
4. Menyuarakan semangat untuk berperan aktif menghadapi persoalan dunia. Seperti globalisasi dan HAM yang dibahas dalam persidangan ini.
Langganan:
Postingan (Atom)